“I Have a Dream (Aku memiliki sebuah mimpi)”, demikian penggalan
Pidato Martin Luther King yang berlangsung selama tujuh belas menit di tangga
Lincol Memoral, Washington pada tanggal 28 Agustus 1963. Dr. King memiliki kekuatan, kemampuan, dan
kapasitas untuk mengubah anak-anak tangga di Lincoln Memorial menjadi tempat
monumental yang akan selamanya diakui. Dengan berpidato seperti yang
dilakukannya, ia telah mendidik, memberi inspirasi. Ia menyampaikan bukan hanya kepada orang-orang
yang hadir di sana, melainkan orang-orang di seluruh Amerika dan bahkan kepada
generasi-generasi yang belum lahir di seluruh dunia.
Mimpi dan harapan
adalah dua kata yang tidak bisa dilepaspisahkan. Setiap orang pasti memiliki
impian. Ia mengharapkan agar impian tersebut suatu saat direalisasikan. Perubahan
apa pun yang terjadi selalu berangkat dari impian. Kehadiran Colegio Do Verbo
Divino Palaka berawal dari sebuah impian seperti yang diserukan oleh Martin Luther
King di awal tulisan ini. Regio Timor Leste merasakan pentingnya Colegio Palaka
didirikan. Melalui karya pastoral dalam bidang pendidikan, SVD Regio Timor
Leste ingin menanamkan nillai-nilai
Kristiani kepada anak-anak Timor Leste. Pengetahuan itu bisa diperoleh di mana saja, kapan saja dengan cara apa saja apalagi
dengan kemajuan teknologi, tetapi nilai-nilai yang diwariskan oleh Colegio
Palaka tidak ditemukan di tempat lain. Inilah kepingan-kepingan mimpi dan dan
nada-nada harapan yang akan disemayamkan
di tanah Palaka.
Bangunan berbaris
rapi yang berdiri kokoh di atas lahan seluas 1 hektar tersebut merupakan tempat
anak-anak Timor Leste mengurai mimpi dan menggapai asa. Di dalam bangunan yang
berdindingkan bebak dan berlantaikan semen kasar, para siswa akan dibekali
dengan segudang pengetahuan dan keterampilan yang menunjang masa depan mereka,
sehingga mereka menjadi anak yang berintelektual cukup dan berkepribadian yang
handal. Colegio Palaka juga diharapkan menjadi
dapur pengetahuan yang siap mensuplai pengetahuan kepada anak-anak. Mereka
ditempa agar mampu menunjukkan jati dirinya
di tengah pusaran arus global yang menawarkan pelbagai tawaran yang memikat hati. Mereka harus mampu menjawab persoalan
yang pelik dan kerasnya hidup yang mereka jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Atas dasar itu,
maka sejak tahun 2014 hingga saat ini, digalakkan pembangunan infrastruktur yang menunjang pembentukan
aspek intelektual dan kepribadian anak-anak. Ini adalah proyek besar yang dikerjakan
ke depan. Meskpiun mengalami banyak tantangan seperti keterbatasan sarana dan
prasarana tetapi proses kegiatan belajar mengajar berlangsung normal. Dalam
keterbatasan, seluruh staf pengajar membangun komitmen untuk mencurahkan tenaga
secara maksimal bagi anak-anak supaya mereka bisa meraih impian yang belum
terjangkau. Anak-anak didorang untuk merancang masa depannya yang gemilang, harus
mulai dari sini dan kini (here and now).
Bangunan sederhana
Colegio Palaka berdiri diam, memotret para penghuninya yang saban hari sibuk dengan
rutinitas harian mulai dari bangun tidur pagi hari hingga istirahat malam.
Saban hari kita bertemu dengan rutinitas yang sama, melihat muka yang sama,
bertemu dengan kenakalan yang sama. Terkadang ada kekecewaan yang nampak pada
raut wajah. Ada nada protes kecil di hati atas realitas yang dijumpai terutama
kenakalan yang dilakukan oleh anak-anak. Namun, suatu hal yang mesti diingat
bahwa di tempat inilah mereka mulai menenun masa depannya. Di tempat ini mereka
mulai merajut impian yang terbungkus di relung hatinya yang dalam. Akhirnya
saya mengutip kata-kata bijak dari Paulo
Coelho “hanya ada satu cara yang bisa membuat impian tidak dapat diraih
: takut akan kegagalan”. There is only one thing that makes a dream
impossible to achieve: the fear of failure. (Beny Ndiu)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.